“The Secrets of
Kevin Sandler”
One : Secrets Unrevealed
Tokyo, Jepang, 04 : 23 …
Sebuah pesawat kecil mendarat di
Bandara Internasional Narita.
“Hmm… Aku kangen tempat ini…” kata
seorang cowok yang kira-kira berumur dua puluh tahunan itu sambil turun dari
pesawat.
“Ingat Kevin, kita disini untuk
tugas. Bukan untuk liburan.” Tukas pria bertubuh besar dibelakangnya. Cowok
yang tadi dipanggil Kevin berhenti mendadak dan membalikkan badannya.
“Yo, aku tahu itu, botak! Y’don’t
have to be so cruel y’know?!” Ujar Kevin dengan gaya Hip Hop. Setelah itu dia berbalik lagi
dan meneriakkan kata-kata yang asing bagi pria botak tadi.
“Bahasa apa yang dia pakai?” bisik
pria botak itu kepada seseorang di belakangnya.
“Bahasa Jepang, pak.”
“Apa dia mengejekku?”
“Tidak, pak.”
“Hmph… Dasar anak muda.” Gumam pria
botak itu.
~###~
Pusat
kota Tokyo, 07 : 15 …
Tokyo di pagi hari, tak terbayang sibuknya
orang berlalu lalang untuk segera memulai aktivitas mereka. Tapi dibalik
kesibukan itu, tak ada yang menyadari keberadaan seorang cowok berambut
kemerahan yang sedang melompat dari satu gedung ke gedung yang lain. Cuaca yang
cerah justru membuatnya sulit dilihat karena dia memakai pakaian serbaputih.
Cowok itu berhenti di satu gedung yang cukup tinggi, kemudian mengambil
binocular (semacam teropong tapi lebih canggih :) dan mengobservasi gedung
raksasa yang ada di depannya.
“Cuaca cerah dan target ada di
lokasi. Semua sesuai rencana.” Batinnya.
Dia langsung memasukkan binocular
itu dan mengambil grappling hook (senjata yang melemparkan pengait) dari
ranselnya dan menembakkannya kea rah lantai 49 gedung tersebut. Dia
menggunakannya untuk masuk ke gedung itu. Semua dia lakukan dengan cepat, tak
ada satupun yang melihatnya. Setelah menyelesaikan urusannya di lantai 49, dia
segera naik ke lantai 50, lantai paling atas tempat target berada.
Begitu sampai di kantor si target,
dia langsung menodongkan pistol semi-automatisnya pada sebuah kursi yang
membelakanginya.
“Maaf, Yamada-san. Bisnismu berakhir
di sini.” Katanya sambil menarik pelatuk pistolnya. Tapi dia kaget karena si
target dapat menghindari tembakannya dengan gaya acrobat yang luar biasa. Padahal di
profil si target tak ada tulisan yang membahas kalau dia bisa melakukan
acrobat!
“Yo~ salah orang!!” Ternyata orang
itu adalah Kevin.
“Kevin Sandler?!” Cowok berambut
kemerahan tadi geram melihat Kevin.
“Red Poison, ‘kan? Kita pernah bertemu…” sambut Kevin.
Meraka saling bertatapan. Mereka
saling kenal satu sama lain karena pernah bertemu sebelumnya. Pertemuan yang
sama seperti ini. Pertemuan yang mengharuskan mereka untuk bertarung.
Kevin Sandler, anggota tim White
Eagle yang biasa disewa untuk melawan pembunuh bayaran level tinggi.
Red Poison, salah satu pembunuh
bayaran yang sangat popular. Anggota organisasi Bloody Tears, organisasi
pembunuh bayaran yang cukup besar.
“Mungkin kemarin aku kalah darimu,
tapi kali ini…” Red Poison tidak melanjutkan perkataannya, ia langsung
mengambil sebuah senapan otomatis dari dalam ranselnya.
“… Kali ini akulah yang akan menang!”
Lanjutnya dengan percaya diri dan menghujani lawannya dengan serentetan peluru.
Kevin yang sudah siap menghindari
tembakan itu dengan bersalto ke kiri, bersembunyi di balik lemari kayu yang
lumayan besar. Kemudian dia mengeluarkan Dual Elite-nya dan bersiap untuk
menyerang balik!
~###~
Sementara
itu…
Eriko membuka laptopnya. Tak ada
E-mail baru. Dia sedang menunggu E-mail dari temannya yang sedang ada di luar kota, namanya Rei. Rei
adalah teman masa kecilnya. Saat kakaknya meninggal, Rei-lah yang menghiburnya.
Tapi dia tidak membalas E-mail Eriko sejak tiga bulan lalu. Eriko memutuskan
untuk turun dan melahap sarapannya.
“Ohayo,
Ibu.” Tuturnya menyapa ibunya.
“ah, Ohayo. Kamu sudah bangun ya?” Balas ibunya dengan senyum ramah.
Eriko memberikan jawabannya dengan anggukan.
“ah, Eriko. Hari ini kamu berangkat
pakai mobil saja ya?”
“he? Kenapa?” Tanya Eriko.
“yaa… Nggak papa. Bukannya kamu
senang? Lagipula temanmu Hikari mau minta diantarkan.”
“ooh.. Baiklah kalau begitu.”
~###~
Kembali
ke pertarungan yang tadi.
Kantor yang tadinya rapi tertata
menjadi hancur berantakan dalam sekejap karena hujan peluru yang dilepaskan
Kevin dan Red Poison. Meskipun begitu, belum ada satu peluru pun yang menembus
kulit mereka.
“Kevin,
lapor status.” Perintah seseorang di komunikator Kevin.
“Sibuk, yo!” jawabnya.
“Target
aman bersamaku.”
“Aku nggak nanya, botak!”
“Butuh
bantuan?”
“Nggak.”
“Aku
akan tetap datang.”
“AKH!”
“Kevin?!”
Akhirnya sebuah tembakan Red Poison
sukses mengenai paha kanannya. Ia berusaha untuk tidak bersuara, lawan tidak
boleh tahu kalau ia sedang terluka saat ini. Ia lalu berlari keluar kantor itu.
Red Poison mengikuti di belakangnya, lalu ia tersenyum melihat ada bercak darah
di lantai.
“Kevin?
Ada apa?” Komunikator
Kevin berbunyi lagi.
“Kantor itu terlalu sempit. Aku
butuh ruang gerak yang lebih luas! Pastikan lantai 49 kosong!”
“Aku
akan datang untuk membantumu.”
“Grrr… Tidak usah!” Kevin membuang
komunikatornya. Ia masuk ke sebuah kantor lain yang kosong dan bersembunyi di
balik meja. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing dan pandangannya sedikit
memudar. Ia baru sadar satu hal ;
‘Racun! Pasti ia menaruh racun Dalam
pelurunya tadi!’ batin Kevin. Kevin menyesal tidak menyadari ini lebih awal, ia
juga menyesal sudah menolak bantuan dari temannya. Baru saja ia berdiri untuk
mencari komunikator yang tadi dia buang, sosok Red Poison sudah muncul di hadapannya!
“Bagaimana? Sudah pusing?” Tanya Red
Poison dengan nada meremahkan. Kevin langsung melepaskan tembakan ke arahnya, tapi
Red Poison dapat menghindar dengan mudah! Kepala Kevin juga semakin pusing,
tanpa dia sadari dua keeping peluru sudah bersarang di betis kirinya,
membuatnya jatuh telungkup.
Red Poison berjalan mendekat, ia
menatap Kevin penuh kebencian
“Sayonara.” Gumamnya. Kemudian ia
mengarahkan pistolnya ke kepala Kevin dan…
KLIK KLIK!
Ternyata pelurunya habis! Kesempatan
ini digunakan dengan baik oleh Kevin, Tenaga yang tersisa ia gunakan untuk
menendang kaki Red Poison hingga jatuh dan berbalik menodongkan pistolnya ke
arah Red Poison.
“Hh… Lakukanlah… Bunuh aku
SEKARANG!”
Kevin tersenyum dan mendaratkan
peluru kea rah tangan dan kaki Red Poison.
“AAAKH!
Kenapa tidak langsung kau bunuh saja aku?”
“Aku
nggak bakal pernah membunuh…” Ujar Kevin lalu meninggalkan Red Poison di
tempatnya.
“Hmm…
jadi begitukah permainanmu?” Kata Red Poison sambil tersenyum kecil.
“Apa?”
“Aku
juga ada permainan…” Lanjutnya sambil berusaha berdiri.
“Apa
yang sedang kau rencanakan?” Tanya Kevin.
“Dalam
Sembilan… ah tidak, delapan menit lagi tempat ini akan meledak.” Katanya sambil
menyunggingkan senyum di bibirnya.
“Apa?
Kau menanam bom?!” Tanyanya lagi. Red Poison diam saja.
“KEPARAT
KAU!!” Kesal Kevin sambil menonjok Red Poison hingga jatuh.
“Kau
membuang waktumu, Kevin… 7 menit lagi…”
“Dimana
kau menanamnya?!”
“Entahlah…
Di sekitar lantai 49?” Jawabnya. Tanpa membuang waktu, Kevin berlari ke lantai
bawah.
~###~
Kevin
sudah mencari kemana-mana, tapi ia belum menemukan bomnya. Tepat saat ia
merencanakan untuk pergi, Ia menemukan satu titik bercahaya merah. Itulah
bomnya! Tapi ia sudah terlambat, waktunya tinggal 5 detik untuk meninggalkan
gedung itu!
00:05:00
Dia
berlari dan terus berlari, dia tak ingin menyia-nyiakan hidupnya disini..
00:04:00
Masih
banyak yang ingin dia lakukan…
00:03:00
Termasuk…
00:02:00
Bertemu
dengan dia…
00:01:00
BOOM!!!
~###~
“Kyaaaaa!
REM! REM!” Teriak Hikari di belakang.
CKIIIIIIT!
“Astaga,
suara apa itu tadi?” Tanya Eriko yang sedang menyetir.
“Kamu
dengar ‘kan?”
Lanjut Eriko, mengalihkan pandangannya ke belakang.
“Iya!
Tapi kamunya juga nggak usah sampai hilang kendali gitu, dong! Bisa mati
orang!” Hikari berusaha mengatur napasnya. Eriko tertawa kecil lalu melihat ke
depan lagi.
“Astaga…”
gumam Eriko hampir tak terdengar, tapi sampai ke telinga Hikari.
“Ada apa?” Tanya Hikari.
Eriko tak menjawab, ia seperti orang yang sedang dihipnotis, terus melihat ke
depan.
“Eriko?”
Tanyanya lagi. Lalu ia melihat kearah yang sama dengan Eriko.
“What
the…”
Mereka
tak bisa menjelaskan pemandangan yang mereka lihat. Sebuah gedung raksasa yang
bagian atasnya terbakar…
To be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar