Kamis, 27 Desember 2012

The Undone Story I made back in... 2009 I guess?



“The Secrets of  Kevin Sandler”

One : Secrets Unrevealed


            Tokyo, Jepang, 04 : 23 …

            Sebuah pesawat kecil mendarat di Bandara Internasional Narita.
            “Hmm… Aku kangen tempat ini…” kata seorang cowok yang kira-kira berumur dua puluh tahunan itu sambil turun dari pesawat.
            “Ingat Kevin, kita disini untuk tugas. Bukan untuk liburan.” Tukas pria bertubuh besar dibelakangnya. Cowok yang tadi dipanggil Kevin berhenti mendadak dan membalikkan badannya.
            “Yo, aku tahu itu, botak! Y’don’t have to be so cruel y’know?!” Ujar Kevin dengan gaya Hip Hop. Setelah itu dia berbalik lagi dan meneriakkan kata-kata yang asing bagi pria botak tadi.
            “Bahasa apa yang dia pakai?” bisik pria botak itu kepada seseorang di belakangnya.
            “Bahasa Jepang, pak.”
            “Apa dia mengejekku?”
            “Tidak, pak.”
            “Hmph… Dasar anak muda.” Gumam pria botak itu.

~###~

            Pusat kota Tokyo, 07 : 15 …

            Tokyo di pagi hari, tak terbayang sibuknya orang berlalu lalang untuk segera memulai aktivitas mereka. Tapi dibalik kesibukan itu, tak ada yang menyadari keberadaan seorang cowok berambut kemerahan yang sedang melompat dari satu gedung ke gedung yang lain. Cuaca yang cerah justru membuatnya sulit dilihat karena dia memakai pakaian serbaputih. Cowok itu berhenti di satu gedung yang cukup tinggi, kemudian mengambil binocular (semacam teropong tapi lebih canggih :) dan mengobservasi gedung raksasa yang ada di depannya.
            “Cuaca cerah dan target ada di lokasi. Semua sesuai rencana.” Batinnya.
            Dia langsung memasukkan binocular itu dan mengambil grappling hook (senjata yang melemparkan pengait) dari ranselnya dan menembakkannya kea rah lantai 49 gedung tersebut. Dia menggunakannya untuk masuk ke gedung itu. Semua dia lakukan dengan cepat, tak ada satupun yang melihatnya. Setelah menyelesaikan urusannya di lantai 49, dia segera naik ke lantai 50, lantai paling atas tempat target berada.
            Begitu sampai di kantor si target, dia langsung menodongkan pistol semi-automatisnya pada sebuah kursi yang membelakanginya.
            “Maaf, Yamada-san. Bisnismu berakhir di sini.” Katanya sambil menarik pelatuk pistolnya. Tapi dia kaget karena si target dapat menghindari tembakannya dengan gaya acrobat yang luar biasa. Padahal di profil si target tak ada tulisan yang membahas kalau dia bisa melakukan acrobat!
            “Yo~ salah orang!!” Ternyata orang itu adalah Kevin.
            “Kevin Sandler?!” Cowok berambut kemerahan tadi geram melihat Kevin.
            “Red Poison, ‘kan? Kita pernah bertemu…” sambut Kevin.
            Meraka saling bertatapan. Mereka saling kenal satu sama lain karena pernah bertemu sebelumnya. Pertemuan yang sama seperti ini. Pertemuan yang mengharuskan mereka untuk bertarung.
            Kevin Sandler, anggota tim White Eagle yang biasa disewa untuk melawan pembunuh bayaran level tinggi.
            Red Poison, salah satu pembunuh bayaran yang sangat popular. Anggota organisasi Bloody Tears, organisasi pembunuh bayaran yang cukup besar.
            “Mungkin kemarin aku kalah darimu, tapi kali ini…” Red Poison tidak melanjutkan perkataannya, ia langsung mengambil sebuah senapan otomatis dari dalam ranselnya.
            “… Kali ini akulah yang akan menang!” Lanjutnya dengan percaya diri dan menghujani lawannya dengan serentetan peluru.
            Kevin yang sudah siap menghindari tembakan itu dengan bersalto ke kiri, bersembunyi di balik lemari kayu yang lumayan besar. Kemudian dia mengeluarkan Dual Elite-nya dan bersiap untuk menyerang balik!

~###~

            Sementara itu…

            Eriko membuka laptopnya. Tak ada E-mail baru. Dia sedang menunggu E-mail dari temannya yang sedang ada di luar kota, namanya Rei. Rei adalah teman masa kecilnya. Saat kakaknya meninggal, Rei-lah yang menghiburnya. Tapi dia tidak membalas E-mail Eriko sejak tiga bulan lalu. Eriko memutuskan untuk turun dan melahap sarapannya.
            Ohayo, Ibu.” Tuturnya menyapa ibunya.
            “ah, Ohayo. Kamu sudah bangun ya?” Balas ibunya dengan senyum ramah.
            Eriko memberikan jawabannya dengan anggukan.
            “ah, Eriko. Hari ini kamu berangkat pakai mobil saja ya?”
            “he? Kenapa?” Tanya Eriko.
            “yaa… Nggak papa. Bukannya kamu senang? Lagipula temanmu Hikari mau minta diantarkan.”
            “ooh.. Baiklah kalau begitu.”

~###~

            Kembali ke pertarungan yang tadi.

            Kantor yang tadinya rapi tertata menjadi hancur berantakan dalam sekejap karena hujan peluru yang dilepaskan Kevin dan Red Poison. Meskipun begitu, belum ada satu peluru pun yang menembus kulit mereka.
            “Kevin, lapor status.” Perintah seseorang di komunikator Kevin.
            “Sibuk, yo!” jawabnya.
            “Target aman bersamaku.”
            “Aku nggak nanya, botak!”
            “Butuh bantuan?”
            “Nggak.”
            “Aku akan tetap datang.”
            “AKH!”
            “Kevin?!”
            Akhirnya sebuah tembakan Red Poison sukses mengenai paha kanannya. Ia berusaha untuk tidak bersuara, lawan tidak boleh tahu kalau ia sedang terluka saat ini. Ia lalu berlari keluar kantor itu. Red Poison mengikuti di belakangnya, lalu ia tersenyum melihat ada bercak darah di lantai.
            “Kevin? Ada apa?” Komunikator Kevin berbunyi lagi.
            “Kantor itu terlalu sempit. Aku butuh ruang gerak yang lebih luas! Pastikan lantai 49 kosong!”
            “Aku akan datang untuk membantumu.”
            “Grrr… Tidak usah!” Kevin membuang komunikatornya. Ia masuk ke sebuah kantor lain yang kosong dan bersembunyi di balik meja. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing dan pandangannya sedikit memudar. Ia baru sadar satu hal ;
            ‘Racun! Pasti ia menaruh racun Dalam pelurunya tadi!’ batin Kevin. Kevin menyesal tidak menyadari ini lebih awal, ia juga menyesal sudah menolak bantuan dari temannya. Baru saja ia berdiri untuk mencari komunikator yang tadi dia buang, sosok Red Poison sudah muncul di hadapannya!
            “Bagaimana? Sudah pusing?” Tanya Red Poison dengan nada meremahkan. Kevin langsung melepaskan tembakan ke arahnya, tapi Red Poison dapat menghindar dengan mudah! Kepala Kevin juga semakin pusing, tanpa dia sadari dua keeping peluru sudah bersarang di betis kirinya, membuatnya jatuh telungkup.
            Red Poison berjalan mendekat, ia menatap Kevin penuh kebencian
            “Sayonara.” Gumamnya. Kemudian ia mengarahkan pistolnya ke kepala Kevin dan…
            KLIK KLIK!
            Ternyata pelurunya habis! Kesempatan ini digunakan dengan baik oleh Kevin, Tenaga yang tersisa ia gunakan untuk menendang kaki Red Poison hingga jatuh dan berbalik menodongkan pistolnya ke arah Red Poison.
            “Hh… Lakukanlah… Bunuh aku SEKARANG!”
            Kevin tersenyum dan mendaratkan peluru kea rah tangan dan kaki Red Poison.
            “AAAKH! Kenapa tidak langsung kau bunuh saja aku?”
            “Aku nggak bakal pernah membunuh…” Ujar Kevin lalu meninggalkan Red Poison di tempatnya.
            “Hmm… jadi begitukah permainanmu?” Kata Red Poison sambil tersenyum kecil.
            “Apa?”
            “Aku juga ada permainan…” Lanjutnya sambil berusaha berdiri.
            “Apa yang sedang kau rencanakan?” Tanya Kevin.
            “Dalam Sembilan… ah tidak, delapan menit lagi tempat ini akan meledak.” Katanya sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.
            “Apa? Kau menanam bom?!” Tanyanya lagi. Red Poison diam saja.
            “KEPARAT KAU!!” Kesal Kevin sambil menonjok Red Poison hingga jatuh.
            “Kau membuang waktumu, Kevin… 7 menit lagi…”
            “Dimana kau menanamnya?!”
            “Entahlah… Di sekitar lantai 49?” Jawabnya. Tanpa membuang waktu, Kevin berlari ke lantai bawah.

~###~

            Kevin sudah mencari kemana-mana, tapi ia belum menemukan bomnya. Tepat saat ia merencanakan untuk pergi, Ia menemukan satu titik bercahaya merah. Itulah bomnya! Tapi ia sudah terlambat, waktunya tinggal 5 detik untuk meninggalkan gedung itu!

00:05:00

            Dia berlari dan terus berlari, dia tak ingin menyia-nyiakan hidupnya disini..

00:04:00

            Masih banyak yang ingin dia lakukan…

00:03:00

            Termasuk…

00:02:00

            Bertemu dengan dia…

00:01:00

            BOOM!!!

~###~

            “Kyaaaaa! REM! REM!” Teriak Hikari di belakang.
            CKIIIIIIT!
            “Astaga, suara apa itu tadi?” Tanya Eriko yang sedang menyetir.
            “Kamu dengar ‘kan?” Lanjut Eriko, mengalihkan pandangannya ke belakang.
            “Iya! Tapi kamunya juga nggak usah sampai hilang kendali gitu, dong! Bisa mati orang!” Hikari berusaha mengatur napasnya. Eriko tertawa kecil lalu melihat ke depan lagi.
            “Astaga…” gumam Eriko hampir tak terdengar, tapi sampai ke telinga Hikari.
            “Ada apa?” Tanya Hikari. Eriko tak menjawab, ia seperti orang yang sedang dihipnotis, terus melihat ke depan.
            “Eriko?” Tanyanya lagi. Lalu ia melihat kearah yang sama dengan Eriko.
            “What the…”

            Mereka tak bisa menjelaskan pemandangan yang mereka lihat. Sebuah gedung raksasa yang bagian atasnya terbakar…



To be Continued