Sabtu, 03 November 2012

~ Secret Thought ~ _chapitre 1, "Présentation" _


~Haloo! Ini adalah cerita yang aku buat dan pertama kali aku post di facebook. Enjoy!~

 
le Présentation...


Frustasi. Luke samasekali tidak mempercayai pemandangan di matanya.
"Kenapa kau lakukan ini?!" Luke meringis menatap gadis dihadapannya. Gadis itu terbaring lemah dilantai sambil menangis sunyi, dengan cutter di tangan kanannya, dan darah mengalir di tangan kirinya. Air matanya menetes bersamaan dengan suara jarum jam.
Luke merasa semakin lama jam itu makin melambat. Napasnya juga semakin berat.
Frustasi. Luke meraih tangan gadis itu."Kau tidak harus menanggung semuanya sendiri..."

***

"Luke Sieghart...?"
Suara yang sangat pelan merambat masuk ke telinga Luke.
"kau mencari ini?"
Luke menoleh dan mendapati seorang gadis yang membawa sesuatu yang dia cari. Harusnya ia langsung menerima buku itu, namun ada sesuatu yang membekukan dirinya. Dan saat itulah Luke tenggelam dalam tatapan gadis itu. Warna biru kehitaman yang sangat sepi, yang mengikat pandangan mata Luke.
"terima kasih." akhirnya tangan Luke bergerak menerima buku itu. Namun pandangannya tetap terkunci pada gadis itu. Gadis itu segera berbalik dan beranjak pergi.
"Tunggu! Kamu--"
"Remillia Amoretta. Kita sekelas." potong gadis itu. Lalu kembali melangkah.
Pertemuan yang tak akan pernah dilupakan oleh Luke. Pertemuan singkat yang telah menenggelamkan kesadarannya ke dalam lautan penuh 'mystery' dan 'misery'. Ke dalam lautan bernama 'Remillia Amoretta'.

***

"Rendezvous?" ucap Luke dengan senyum maksa. Remillia yang ada dihadapannya tidak merespon, karena ia sendiri tidak mengerti maksud Luke.
"kamu, dan aku. Rendezvous?" Luke mengulangi pertanyaannya.
Mulut Remillia membentuk huruf 'o' tanda ia mengerti. Kemudian disusul dengan senyum tipis dan tawa yang sangat transparan.
"maaf, cuma itu kata bahasa Perancis yang aku tahu... Kamu... Suka bahasa Perancis, 'kan?"Begitulah. Luke terus mencari tahu dan mempelajari semua tentang gadis ini. Remillia Amoretta. Murid pindahan yang baru pindah ke sekolah ini sekitar 3 bulan lalu. Gadis ini mengunci dirinya dalam kesunyian. Tidak bicara kecuali jika benar-benar harus. Serius saat belajar, namun terkadang Luke melihatnya melamun, menatap ke arah langit. Jarang sekali tersenyum. Kejadian 'rendezvous' itulah pertamakalinya Luke melihat Remillia tersenyum. Dan gadis ini juga hampir selalu sendirian. Lebih sering berada dalam kelas, paling hanya pergi ke perpustakaan.
Selain itu, yang Luke dapatkan dari gosip teman-temannya, Remillia memiliki masalah psikologis (gosipnya, karena itulah dia pindah sekolah), namun ia pandai bahasa Perancis.
"jadi... Uh, rendezvous?" Luke masih bersikeras.
"... Non. Je suis occupèe" jawab Remillia, "Mais je peux vous voir à la bibliothèque demain.."
Luke menatapnya dengan mata penuh tanda tanya. Ia tak mengerti satupun kata-kata yang Remillia ucapkan. Kemudian Remillia kembali tertawa tipis. Meskipun bingung, Luke senang bisa melihat tawa gadis bertubuh mungil itu.
Tanpa sepengetahuan mereka, sepasang bola mata memperhatikan dari kejauhan.

***

"Luke~ selamat pagi!" sapa seorang gadis yang berlari menghampiri Luke.
"oh, hai Claire."
"Luke! Sudah kubilang, namaku Clarissa!"
Luke hanya merespon dengan cengiran, kemudian menghampiri Remillia yang sedang melamun di dalam kelas. Dari kejauhan, Clarissa menatap mereka lekat-lekat.

***

"kamu... Remillia Amoretta, 'kan?"
Remillia menoleh dan mendapati seorang gadis berambut pirang menatapnya tajam.
"kamu siapa?" tanya Remillia.
Gadis itu menjawab pertanyaan Remillia dengan tatapan dingin, membuat tubuh Remillia bergidik. Kemudian dua orang gadis lain muncul dari balik punggung gadis itu, menatapnya tajam. Remillia refleks mundur hingga punggungnya rapat dengan lemari buku di belakangnya.
"Kamu anak baru kan?!" gadis itu meninggikan nada bicaranya. Kata-kata berikutnya tidak Remillia dengarkan. Badannya bergetar hebat dan kedua lengannya memeluk erat buku yang ia bawa. Otaknya memutar ulang gambar-gambar masa lalunya.
"hey! Kamu dengar tidak?!" tangan kanan Gadis itu meraih pundak Remillia, refleks Remillia menepisnya.
"Menjauhlah!!" jerit Remillia. Napasnya tersengal-sengal.
"Apa maksudmu?! Kau daritadi tidak mendengarkan kami?!"
Tatapan ketiga gadis itu sangat mengintimidasi. Kaki Remillia bergetar hebat.
"Baru tiga bulan di sini saja sudah sombong. Dasar gadis sampah!"
Remillia menjatuhkan buku di pelukannya, mengagetkan ketiga gadis tadi. Ekspresi Remillia yang ketakutan berubah total. Tangannya meraih cutter yang ia simpan dalam kantong roknya kemudian ia todongkan kepada tiga gadis tadi.
"menjauh... Menjauhlah..." tutur Remillia dengan suara pelan dan bergetar.
"a- apa yang kau lakukan?" salah satu dari ketiga gadis itu mulai panik.
"hentikan!!"
Napas Remillia semakin tidak teratur. Tangan kirinya mencengkram dadanya yang terasa sesak.
"kubilang... Menjauh dariku!!" jeritnya. Sedetik kemudian pandangannya menjadi gelap.

***

"Claire!", seru Luke dengan napas tersengal-sengal, "Apa... Remillia di dalam?" tanyanya sambil menunjuk ke arah UKS.
Clarissa memalingkan wajahnya, lalu menjawab, "iya. Tapi kamu belum boleh masuk, bu Anne lagi di dalam."
"bu Anne... Guru BP, kan?" tanya Luke sambil berusaha mengatur napasnya, "Claire, sebenarnya apa yang terjadi?"
"jangan tanya aku!", Clarissa setengah teriak, "di- dia yang menodongkan pisau pada kami, lalu ia pingsan sendiri!"
Luke menghela napas panjang, kemudian menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil menatap lantai. Clarissa menatap ekspresi di wajah Luke. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Luke, kamu... Ah, tidak." Clarissa menggeleng, "aku... Minta maaf."
Luke menoleh pada Clarissa, ia ingin bertanya 'kenapa', namu disela oleh perkataan Clarissa berikutnya.
"mungkin akulah yang menyebabkan ia pingsan... Bu Anne mengatakan, sepertinya Remillia memiliki trauma berat hingga menyebabkan stressnya naik. Mungkin aku sudah mengatakan sesuatu yang..." Clarissa menghentikan perkataannya saat merasa pintu UKS terbuka.
"maaf." katanya singkat, lalu berlari pergi.Ternyata yang membuka pintu adalah bu Anne. Luke menatap punggung kecil Clarissa yang menjauh lalu menghampiri sang guru BP.
"bagaimana Remillia, bu?"
"Luke Sieghart ya? Hmhm, saat ini temanmu berada di bawah tekanan berat. Ia tidak ingin berbicara dengan ibu, bagaimana kalau kau saja?"
"saya? A- apa yang harus saya..."
"berbincang saja dengan santai. Jika ia mulai memberitahu sesuatu yang penting, tolong beritahu ibu.
"Luke mengangguk, kemudian sang guru beranjak pergi. Luke masuk ke dalam dengan langkah yang berat.
"Re... Millia?"
Remillia duduk di atas tempat tidur, dengan selimut menutupi kedua kakinya dan kepalanya menunduk. Seluruh tubuh Luke entah mengapa terasa kaku.
"beliau... Tidak akan datang... Kan?" tutur Remillia pelan.
"Remillia, kenapa?" Luke mendekati tempat tidur Remillia.
"Bu Anne... Beliau tidak akan datang ke rumahku kan? Beliau tidak akan... Menemui ayah, kan? Kalau beliau... Bertemu... Aku, aku..." Tangannya mengepal selimut dengan keras, pupil matanya mengecil dan badannya sedikit bergetar. Luke mengalami dilemma, ia ingin tahu kenapa Remillia tidak ingin bu Anne menemui ayahnya, tapi ia juga tidak ingin membuatnya tambah tertekan.
Luke meraih kepalan tangan Remillia dengan gugup, "kalau kamu nggak mau, aku akan coba membujuk bu Anne. Aku akan membantumu..."
"Benarkah?!" Luke terkejut, tiba-tiba Remillia menatapnya dengan kening berkerut, dan bola mata yang seolah ingin menjerit.
"ya... Kamu nggak perlu menanggung semuanya sendiri lagi..." ucap Luke sambil berusaha tersenyum. Luke tambah kaget saat Remillia mendaratkan kepalanya ke atas pundak Luke. Ia bisa mendengar bisikan "terima kasih... Terima kasih...". Ia pikir Remillia akan menangis, tapi ternyata tidak. Itu membuatnya berpikir kalau Remillia adalah gadis yang lemah, saking lemahnya emosinya tak bisa tertumpah keluar.Luke sebenarnya ingin membelai rambutnya atau sekedar menjawab bisikannya. Tapi ia seakan tersihir menjadi batu. Namun ia tak peduli. Baginya saat ini, menjadi batu yang menopang gadis itu sudah cukup.

***

"kalian tahu anak kelas XX? Yang bernama Amoretta?"
"anak pindahan itu?"
"ia selalu membawa cutter kemana-mana! Mencurigakan banget!"
"katanya ia pernah nodong orang lho!"
" jangan-jangan dia psycho haus darah?!"
"psst. Dia datang!"
Remillia berjalan melewati gerombolan penggosip tadi. Tangannya kanannya menggenggam cutter yang disembunyikan dalam kantongnya.
"De Javu" bisiknya.

_bersambung-->ch.2_

a/n : oh, ya. Kenapa Luke memanggil Clarissa dengan panggilan Claire? Yah, sebenarnya dia berpikir kalau nama "Clarissa" tidak cocok untuk cewek itu... Clarissa 'kan nama yang anggun, sedangkan cewek itu lincah dan cerewet (meskipun nggak tomboy). Jadi menurutnya 'Claire' jauh lebih cocok. Haahaahaa... Alasan ngaco -__-a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar